APRIL
MEMORI
Bukan rindu bila tak di awali pertemuan. Ketika
wajah-wajah baru dihadapkan oleh April yang menjemput. Lalu luput ketika akhir
mulai tiba dengan pesat. Melahirkan bulir mata yang tak sempat tertumpah.
Sehingga enggan kaki melangkah untuk berpulang, dan itu penanda takkan kembali
lagi sampai kapanpun. Kisah ini dimulai ketika takdir mulai menetapkan
waktunya, menetapkan tempatnya.
Kisah ini bermula ketika Maret mulai habis akan
tanggalnya. Tepatnya saat langit terlihat ke abu-abuan, angin mendesir meraba
ubun-ubun yang tekena rintik-rintik hujan sore. Terlihat pula langit mulai menyempurnakan
jingganya senja. Itu menandakan takkan lama lagi malam akan datang. May merapatkan jeketnya. Karena hujan begitu
deras menerjang. May dan temannya berteduh di bawah genteng warung nasi padang
simpang kampusnya. Ia dan temannya tidak hanya berdua, banyak orang-orang ikut
berlindung dari derasnya hujan sejak tiga puluh menit yang lalu.
May sedikit kesal
dengan keterlambatannya untuk bertemu dosen pembimbing siang tadi. Ditambah ban
motor bocor dan si teman mengomel lantas merasakan nasib yang sama. Tapi
alangkah beruntungnya may, biar ia terlambat dokumen miliknya berhasil di
periksa dosen walau awalnya sempat ditelantarkan begitu saja. May tak bisa berkata
apa-apa pada teman yang terus mengutuk dosen pembimbingnya saat pulang ketika
lima menit lagi bus karyawan kampus melintas. Maka hanya nafas yang terhela
darinya.
“Ah yasudahlah, tak ada gunanya terus mengomel. Yang ada
petir menyambar nanti.” Ujar May menghibur temannya itu.
“Apa pula. Kusangka hari ini tuntas semua punya aku.”
Temannya menghela nafas panjang.
“Jangan banyak berkhayal. Kita sudah akhir. Maka ada
perjuangan yang harus kita lalui. Jangan marah-marah, tak baik buat wajahmu
nanti.”
“Setidaknya punyaku kan dilihat.” Jawabnya lagi dengan
suara sedikit rendah.
“Apa kamu ngak lihat punyaku kemeren? Usahkan di sentuh,
dilirikpun dosen tak sudi melihat milikku. Mungkin karena aku sabar makanya
hari ini beruntung.” May tersenyum bangga akan perbuatannya minggu lalu, yang
rela mengantar dosen pulang pergi biarpun dokumennya tidak diperiksa sama
sekali.
“Huh lihat aja nanti. Kalau punyaku ngak dilihat. Tak
cari ibu tu biar tengah malam.”
“Eleh, ngarang kamu.” May menjawab malas.
“Biar aja.” Ucap temannya dengan wajah suram.
***
Kejadian kemarin membuat May dan temannya tidak dapat
lagi menjumpai dosennya. Mereka harus mengikuti pembekalan KKN untuk dua hari
kedepan. Sesampainya mereka telat satu jam. Mengantri pembagian kue. Lalu duduk
di belakang. Bersender pada dinding.
“Kenapa ada KKN ya? Yang ada kepikiran biaya dan rindu
keluarga.” Ucap temannya yang pusing memikirkan program tahunan kampus itu.
“Ngak usah pusing mikirin biaya dan keluarga. Aku punya
jalan keluar.”
“Yang betul May. Apaan, bagilah.” Temannya serius
menayakan perihal saran May tersebut.
“Gampang.”
“Apa...apa.”
“Buat promosi di media sosial, tulis. Barang siapa
butuh ginjal siap mendonor demi KKN. Kalau keluarga, pulang aja setiap hari.
Lagianpun dirimu kan bawa motor. Kalaupun ketahuan tim kelelawar, ya ulang lagi
KKN nya.” Ucap May santai.
“Keterlaluan lah dirimu.”
“Kan ngak masalah. Ada ginjal satu lagi. Lagianpun kalau
kamu jual ginjal nanti ada lebihnya. Kalau ulang KKN, kurasa cukup untuk dana
selanjutnya.”
“Ngak jadilah minta saran.”
“Hahahaha, selow aja. All izz weel. Di setiap langkah ada
kemudahan.”
“Gitukan enak dengarnya.”
“Nah amankan.”
“Insya allah May.” Sambil mengelus dadanya.
May dan temannya mendengar kembali arahan yang diberikan
oleh pemateri di depan. Namun mereka tidak terlalu menghiraukan karena gedung
terlalu sempit dan suara tidak jelas terdengar. Mahasiswa lain juga terlihat
bosan dan malas. Apalagi hari semakin petang dan perut mulai bergetar.
Ponsel May berbunyi. Terlihat sebuah pesan grup Whaatsaap
mengenai infomasi KKN. Ketika mendengar kabar berkumpul bersama pedamping KKN,
May dan teman akrabnya itu berpisah untuk sementara waktu.
***
Pagi itu matahari terbit dengan lintang garis tepat di
hadapan rumah gadis yang sedang menyiapkan pakaian untuk keberangkatan lokasi
KKN nanti. Ia sedikit lemas dan tidak semangat karena pekerjaan dan skripsi
yang ditinggal dalam waktu sebulan. Tak banyak yang ia bawa hanya
pakaian-pakaian dimasukkan dalam koper dan sedikit kue kering yang dibelikannya
tadi pagi selepas subuh.
May mendorong kopernya sambil memasang headsed di
telinga. Ia menaiki bus mini yang melintas di area rumahnya. Banyak mobil
kelinci yang dipenuhi mahasiswa berbaju hijau dan koper-koper diatasnya. May
acuh dan tetap fokus pada musik yang didengarnya. Tak berselang lama ia sampai
di kantor gubernur dan turun lekas menuju barisan.
Mahasiswa berjumlah ribuanpun mendesaki jalanan dan debu
bertebaran di udara. May semenjak dalam bus sudah memasang masker di wajahnya
untuk menghindari polusi udara. Sesampai di barisan ia masih sibuk dengan
musiknya. Lagi pula belum ada yang berbicara di depan, dan tak masalah
pikirnya.
Satu jam mahasiswa berapanas-panasan di tengah teriknya
matahari. Keringat terus meluncur membasahi wajah-wajah letih termasuk May yang
sedari tadi menunggu mobil kelompok yang belum muncul. Tiba-tiba seorang gadis
memanggil dari belakang. May mengenal gadis bertubuh tinggi dan berambut lurus
itu. Namanya Aisyah. Satu fakultas dengannya. Dan baiknya mereka juga satu
kelompok.
Tiba-tiba perut May berulah dan harus ke toilet segera. Ia
meminta izin pada Aisyah dan berlari agar tidak telat dan ketinggalan. Ponselnya
kembali berdering, terlihat nomor masuk tak dikenal. May mengangkat dan terdengar
suara cowok memintanya untuk segera keluar agar tidak terlambat.
Sepanjang perjalanan teman-teman barunya itu pada diam
kecuali Nita yang terus berkoar girang kepada leating yang lebih tua satu tahun
dengannya. Ia salah satu mahasiswa angkatan 2016 yang tergabung bersama angkatan
2015. Ia ramah dan tak jarang menyapa. Membuat humor walaupun hanya beberapa di
antara mereka yang ikut tertawa termasuk May.
Sesampainya di lokasi. Tempatnya terlihat asri, rerumputan
yang hijau terhampar sejuk. Airpun jernih dan lapangaan berukuran luas. Sepertinya
ini tak separah di kecamatan seberang pikir Rahma, karena temannya baru
mengabarkan keadaan disana. Semua pada berkumpul kecuali dua laki-laki yang belum
sampai karena membawa motor masing-masing. Lapangan yang luas itu tidak kosong.
terdiri beberapa bangunan kecil, begitupun terlihat sebuah surau teduh yang mereka
pikir cocok untuk beristirahat sambil menunggu pembimbing tiba. Mereka berkumpul
saling bercengkrama, kecuali yang masih sibuk dengan gadjednya. Vida tak
terlalu hirau dengan lainnya. Tetapi Amir salah satu kelompok cowok
memanggilnya, dan mereka mengobrol kecil. Vidapun tidak lagi acuh dengan
lainnya. Ia mulai sedikit ramah bertanya-tanya jurusan dan tempat tinggal.
Nita membuka
suara, ia masih berkoar dan perlahan-lahan semua turut terhibur. Disampingnya
Devi, gadis bernada suara serak basah itu tak jarang memberi canda sama seperti
Nita. Lalu disambut tiga laki-laki Ali, Amir, dan Hardy. Mereka turut menyambung
cengkarama Nita dan Devi.
Setelah beberapa jam menunggu. Kepala desa dan beberapa
warga datang menemui mereka. Dan saat itu pula pembimbing tiba dengan motornya yang
sederhana, mengenakan jaket hitam, helm klasik delapanpuluhan. Kepala desa
meminta mereka saling berkenalan dan menyebutkan asal dan jurusan. Lalu terus membagi
kerja untuk membereskan tempat tinggal selama sebulan kedepan. Semua tertawa
dan saling bercerita, dan laki-laki juga turut membantu segala hal.
***
Malam itu udara sejuk dan suasana tenang. Damar dan
Ridwan sudah menunggu di surau. Semua wajib berkumpul tanpa terkecuali. Disinilah
mereka membahas perihal program yang dijadikan kegiatan nantinya.
Setiap malam kelompok cewek tak tidur sebelum bercerita.
Banyak hal yang dijadikan bahan pembicaraan seru. Maka masing-masing dari
mereka terlihat akan karakter aslinya. Terkhusus Sari yang awal pendiam
ternyata mampu membangun suasana. Matanya yang kelar dan suara deringnya
membuat kaum hawa tertawa. Apalagi May dan Nita yang terus sambung menyambung.
Ada yang suka mendengar dan tertawa saja, siapa lagi kalau bukan Rahma dan
Indah. Sikap Rahma yang lebih suka menjawab singkat, sedangkan Indah berparas
polos dan kalem. Namun keduanya terkadang tak jarang membuat guarauan kecil,
yang dapat menambah keramaian suasana di posko itu.
Demikianpun di posko cowok. Biar suara mereka tak
terdengar ke posko cewek, tapi mereka begitu akrab. Sama halnya cewek, namun sebagian
dari mereka ada yang tidur sedikit cepat. Yudi dan Mirza tak henti bermain game
hingga larut. Di lain posisi, Damar dan Ridwan hampir setiap malam sibuk menelpon.
Sedangkan Ali, Amir, terlelap cepat biarpun sesekali terganggu dengan sorakan
Yudi dan Mirza akan kemenangan dan kegagalan gamenya. Namun, Yudi dan Mirza
saling mengerti. Maka mereka bergadang keluar melanjutkan permainan gamenya.
Jika pagi, semua tak cepat bangun. Paling hanya dua tiga
dari posko cewek dan cowok menikmati pagi yang nuansanya dingin dan embun masih
membasahi. Sepanjang hari para mahasiswa itu terus melanjutkan kegiatan dengan baik,
saling mendukung dan menghibur. Anak-anak di desa turut hadir bersahabat.
Wargapun berkehendak membantu bahkan ada yang membagi makanan. Setiap minggu
undangan selalu dihadirkan oleh mereka. Tak hanya hadir sebagai tamu, tapi juga
ikut membantu. Mirza selalu melirik gadis-gadis di setiap pesta. Dan itu adalah
hal biasa yang di lakukannya, hanya untuk sekedar bercanda tawa. Hingga di
akhir kemudian, tidak terasa waktu sampai pada ujungnya. Kelompok itu harus
saling melepaskan pandang, karena KKN segera berakhir. Ketika potret-potret mengambil
wajah-wajah mereka dengan raut beragam, suara mobil yang akan menjemput datang
tanpa diundang. Siapa sangka akan dipercepat kepulangan mereka, kabar itupun membuat susana sendu dan sunyi
sejenak.
Tak hanya May, seluruh cewek di posko sedih akan
perpisahan ini. May sadar bahwa KKN tidak sehoror di awal yang ia pikirkan.
Kisah KKN ini membuat ia menjadi terkenang akan persahabatan dan persaudaraan yang
hampir sebulan tak terhingga. Pagi hingga malam tak lepas dari perjumpaan. Tak
mudah bagi mereka hilang akan masa-masa di April yang di selimuti oleh
kenyamanan dan kekeluargaan. Perpisahan
tidak menjadi pembatas di antara mereka. Banyak rencana yang akan dilaksanakan
nantinya. Semua saling berharap atas kehadiran. Kesuksessan akan cita-cita. Satu-persatu
ungkapan terucap dari mereka yang saling mendoakan. Setiap pertemuan maka akan ada
perpisahan, namun kenangan adalah aksara yang tertulis di masa lalu ketika
kelak mengingatnya. Never say good bye. Karena hidup adalah doa dan
misteri.
Damay Ar-Rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar