SANG LELAH
Damay Ar-Rahman
Kertas putih tlah tak suci
Tercemar oleh goresan-goresan
Menampar mesin-mesin penghasil huruf yang berderetan
Sehingga menjadi retorika yang dianggap sampah manusia
Suara pencekik terus membayar
Dagu ini sudah bosan menunggu ditindih
Mata menatap dengan penuh misteri
Pikiran berbual pada pengharapan tak bertepi
Menjadi ilusi yang datang dan pergi
Jemari sudah mulai meronta
“Kau habiskanlah aku, maka kaupun habis”
Maafkanlah, mau bagaimana lagi
Setelah jemari, maka mata memaki
“Kau gelapkanlah aku, maka gelaplah hidupmu”
Maafkanlah, mau gimana lagi
Itulah jawaban atas demonstrasi mereka
Aku hanya bisa sedikit berjanji tentang akhir ini
Tapi, aku besar berkutat aku takkan berhenti
Karena ku yakin, langit berbesar hati
MEREKA HANYA MENONTON
Seperti keledai!
Yang diperbudak
Yang dipermainkan
Yang diinjak-injak bagai bangkai
Dipertontonkan oleh hati berbatu
Seperti tawa-tawa iblis yang menang merayu
Orang-orang yang bertepuk tangan
Memandang jijik pada wajah tak berdosa dari atas kaca badai rupiah
Kesalahan memilih bukan lagi cerita
Intinya masa ini memang bodoh?
Apa yang kau mau?
Sebenarnya tak susah
Hanya saja gelap mata
Membuat otak melepuh
Darah membara hingga menulis orasi-orasi penuntut
Suara-suara berkoar
Tapi kau abai
Menguap seakan-akan kasur sedang empuk
Apa mungkin harus mengalah?
Apakah harus menghindar?
Tapi sama saja
Hanya memperburuk tanah perjuangan
Apakah memang ini, kehidupan yang katanya zaman perubahan?
SANG BERJAS NEGERI
Rakyat mengeluarkan orasi
Dibuat bingung para penduduk elit
Yang tahtanya di coblos kartu kredit
Setelah terdebit
Akhirnya lupa diri
Lalu menyombongkan diri, dan mereka berharap menunggu jawaban
Sakitnya bukan main
Menyesal sudah basi
Sekarang menimbulkan asap-asap pembunuhan
Jalanan disesaki manusia berjas sekolah tinggi
Yang di dalam juga keluar
Menuntut keadilan negeri ini
Spanduk-spanduk bertingkat tinggi
Bertuliskan isi hati yang ditakut-takuti
Oleh mereka si pembedah demokrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar