Karya Siswa SDN 20 Banda Sakti
Lhokseumawe
RANI DAN SEORANG WANITA
Salsabila
Pagi
itu burung-burung muncul di balik pepohonan, dan matahari terbit dengan sangat
cerah. Seorang gadis bernama Rani sedang menikmati matahari pagi di tepi
pantai. Menatap lautan biru untuk melenyapkan kegundahan. Namun sayang, gadis
itu kini meratapi hidupnya yang malang. Baru saja ia ditinggal mati oleh ayahnya,
lalu tak berselang lama ibunyapun ikut menyusul kepergian sang ayah. Ranipun
harus menerimanya dengan tegar. Biarpun tanpa sanak saudara disampingnya.
Di
usianya yang masih sembilan tahun, Rani harus banting tulang memenuhi kebutuhan
hidupnya sebagai tukang bersih-bersih dan penjual ikan. Rani bekerja bersama
orang yang lebih tua darinya. Pemilik tempat ikan itu sangat rewel, dan suka memarahi
Rani. Pemilik ikan itu tidak suka ikan-ikan nya berserakan, dan Rani selalu
disalahkan, padahal itu adalah ulah hewan-hewan yang suka mencuri ikan. Tetapi
Rani mampu memahaminya, ia tidak menyimpan dendam dan kebencian, biarpun terkadang
menangis dan sedih atas penghinaan itu, apalagi sampai-sampai Rani disiram oleh
pemilik ikan hingga basah kuyup dan baunya sangat menyengat sampai tubuhnya
yang hitam gatal-gatal.
Walaupun
Rani bekerja dari siang hingga menjelang malam, Rani dapat sekolah dengan biaya
sendiri. Walaupun demikan, ia tetap belajar bersama ikan-ikan yang ada
diranjang, mencari cara belajar seperti menghitungnya untuk pelajaran
matematika. Rani juga belajar mengenali ikan-ikan, misalnya ikan tongkol, ikan
bandeng, udang, dengan berbagai macam nama lainnya. Sehingga hasil
ketekunannyapun, Rani mendapatkan peringkat pertama di sekolah, dan membuat orang-orang
ditempatnya berjualan bingung kepada Rani yang selalu juara kelas.
“Bagaimana
ia bisa mendapatkan peringkat satu? Kapan memangnya dia belajar!” Tanya
penduduk yang ada disekitar tempat ikan asin itu.
“Ia
belajar dengan ikan-ikan disitu.” Jawab
orang yang biasa menemani Rani dengan tiba-tiba. Suaranya bernada tegas kepada
orang-orang yang menatap rendah terhadap Rani. Lalu tak berselang lama, Orang-orang
itupun pergi meninggalkan Rani.
“Hai Rani, kamu memang anak yang berbakat dan
rajin.” Ucap orang yang biasa menemani Rani dengan hati penuh kebangaan mencoba
menyemangatinya.
“Terimakasih
bu Alhamdulillah.” Jawab Rani sambil tersenyum manis.
“Iya
nak, ibu sangatlah menyayangi kamu seperti anak ibu sendiri.” Ucap orang yang
menemani Rani selama tiga bulan terakhir ini.
“Saya
akan berusaha bu. Saya akan berjuang.” Ucap Rani dengan mata yang berkaca-kaca dan
ingin mengeluarkan air mata.
Rani
selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya. Kekuatannya untuk belajar
dengan ikan-ikan yang ada ditempat ia bekerja selalu menjadi kebiasannya. Namun
di sisi lain, terkadang gadis kurus itu termenung dan menangis karena rindu
pada ayah dan ibunya.
Hari
ini Rani memilih ikan untuk di asinkan. Tiba-tiba mata Rani melihat seorang
gadis seumurannya sedang bermain bersama ayah dan ibunya. Mereka
bersenang-senang, tertawa bersama-sama menikmati suasana pantai yang indah.
Rani sangat merasakan sedih ketika melihat gadis itu menikmati masa kecilnya
bersama orang-orang tercinta. Tetes demi tetes rinai mata Rani jatuh membasahi
pipi. Tetapi ia berusaha kuat layaknya karang yang dihempas namun tidak pecah.
Ia menghapus air matanya dan tersenyum tegar. Lalu ia kembali mengerjakan
tugasnya sebagai gadis penjual ikan. Dan mendoakan gadis yang dilihatnya itu
agar selalu merasakan kebahagiaan bersama kedua orangtuanya.
Tiba-tiba
wanita yang biasa menemaninya datang, dan melihat Rani yang terlihat sedih.
“Rani
kamu kenapa?”
“Tidak
ada apa-apa, hanya sedikit rindu saja kepada ayah dan ibu yang meninggal buk.”
Jawabnya sambil menghela nafas pelan.
“Ya
sudah nak, jangan engkau bersedih lagi, hapuslah air matamu.” Ucap orang yang
biasa menemaninya dengan perasaan sedih.
“Oh
iya nak. Ibu mau tanya. Apa cita-citamu nanti.” Ucap wanita itu mengalihkan
pembicaraan.
“Guru
buk. Bagiku itu adalah sebuah pekejaan yang mulia.” Jawab Rani dengan perasaan
mulai tenang.
“Wah
bagus sekali.”
“Kareana
kesuksessan orang-orang hebat di dunia ini juga berasal dari seorang guru. Tetapi
itu bukan hanya sekedar cita-cita saya saja. Tetapi saya juga ingin menjalankan
impian almarhumah ibu saya yang belum
sempat tercapai untuk berprofesi menjadi seorang guru.”
“Ku
percaya kau bisa melakukannya dengan kerja kerasmu Rani.” Ucap orang yang biasa
menemaninya dengan perasaan bahagia.
“Ibu
berpesan padaku, agar terus belajar sampai akhir hayatku bu. Karena dunia ini
begitu luas untuk di jangkau. Tapi setidaknya aku mampu memahami ilmu
pengatahuan walaupun tak seberapa. Lalu membagikannya kepada siswa-siswa.”
Jawabnya dengan semangat.
Keesokan
harinya, Rani pun menjalani kehidupannya seperti biasa. Pagi ia pergi sekolah, setelah
pulang ia pergi menjual ikan. Sudah enam tahun Rani menjalani sekolah Dasar,
sekarang ia mulai masuk SMA. Kecerdasan Rani tidak mengeluarkan biaya banyak,
karena pihak sekoalah membantu anak sepertinya. Wanita yang menemaninya juga turut mendukung. Wanita itu membeli
sepasang sepatu, tas, baju, dan perlengkapan sekoah seperti pensil, penghapus,
buku, dan lainnya. Ranipun menerimanya dengan gembira dan penuh rasa syukur.
“Nak
uang ibu tidaklah cukup untuk membeli yang lainnya. Hanya inilah yang mampu ibu
berikan padamu Rani. Memang kecil. Tetapi semoga bermanfaat.” Ucap wanita itu
dengan wajah murung.
“Mengapa
ibu menjawab seperti itu. Aku sangat beruntung bisa mendapati seorang ibu
sepertimu yang mau mengangkatku menjadi anakmu. Apalagi ibu merelakan uang
jerih payah menjual ikan untuk membelikan semua ini. Semoga Allah membalasnya.”
Ucap gadis yang sudah berusia 16 tahun itu.
“Alhamdulillah
kalau begitu. Terus semangat dan jangan menyerah ya Rani.” Wanita itu berkata
sambil menyiapkan sarapan kepada anak angkatnya itu.
“Baik
bu, Rani pamit dulu. Terima kasih atas sarapannya. Assalamualaikum.” Pamit Rani
lalu mencium tangan ibunya.
“Walaikumsalam
Rani.” Jawabnya sambil melambaikan tangan.
Perlahan-lahan
Rani menghilang dari kejauhan. Gadis itu sudah pergi sekolah pagi ini. Wanita
yang berhati mulia itu menatapi anak gadis hebat seperti Rani dengan rasa haru.
Wanita itu sangat menyayangi Rani sepenuh hatinya. Wanita itu senasib dengan
Rani. Hanya saja wanita bernama Soleha itu di hina keluarga karena tak memiliki
kedua kaki yang sempurna. Kakinya cacat sejak lahir, setelah berusia lima tahun
ia diasingkan ke panti asuhan. Hidupnya penuh kemalangan ditambah ejekan
teman-teman di panti. Akirnya wanita yang kini berusia empat puluh sembilan tahun
itu melarikan diri tepatnya ke pesisir pantai. Ia bekerja apa saja, dan yang terpenting bisa mencukupi untuk
makan. Wanita itu tidur dengan lesehan tikar rusak yang diambilnya dari tong
sampah, iapun berteduh di pondok-pondok warung terkadang dengan belas kasihan
orang-orang, saat hujan turun salah satu warga mengizinkannya untuk menumpang
sebentar.
***
Jam
dua siang telah tiba. Saat Rani pulang dari sekolahnya, ketika Rani mengetuk
pintu dan membukanya, Rani tidak sengaja melihat ibunya solat dan berdoa sambil
menangis. Wanita itu berdoa dengan kata-kata yang menggetarkan jiwa Rani.
“Ya
allah jadikan Rani orang yang sukses, wujudkan cita-citanya. Karena waktuku
tinggal sebentar lagi.” Sambil terisak-isak memohon pada Allah.
Rani
langsung menghampiri dan menanyakan maksud perkataan ibunya itu.
“Mengapa
engkau berkata seperti itu.” Ucap Rani sambil menangis. Dan wanita itu
terkejut.
“
Iya nak. Karena aku sudah sakit-sakitan.”
“Tapi
sakit apa buk?”
“TBC
nak.”
“Mengapa
ibu tak pernah bilang.”
“Sudahlah
nak itu tak penting, satu-satunya obat untuk menyembuhkanku, adalah dengan
melihatmu sukses Rani.”
“Iya
buk. Rani janji.”
Merekapun
berpelukan, dan saat itu hujan turun deras.
***
Beberapa
tahun kemudian. Rani tamat sekolah dan meraih beasiswa kuliah. Iapun berhasil
mewujudkan impian almarhumah ibu kandungnya dan berhasil juga mewujudkan
harapan ibu tirinya yang berhati mulia itu.
Namun
takdir berkata lain. Tiba-tiba wanita itu meninggal dunia saat Rani ingin
mengambil air untuknya. Rani menangis dan sangat merasa kehilangan. Wanita yang
telah setia dan begitu menyayanginya telah pergi selama-lamanya.
Setelah
lima bulan meninggalnya wanita itu, Ranipun menikah dengan seorang lelaki dari
daerah seberang. Pria itu sangat baik dan pekerja keras. Sama sepertinya saat
masa kecil dahulu.
Rani
bekerja sebagai guru SD, dan suaminya bekerja sebagai dokter di pukesmas desa. Rani
memiliki seorang anak perempuan bernama Nina, yang juga giat dan tekun dalam
belajar, sehingga Nina memiliki presatsi sama seperti ibunya, yang tetap
bersikap rendah hati dan bercita-cita menjadi orang yang bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar