Sabtu, 05 Oktober 2019



Karya Siswa SDN 20 Banda Sakti Lhokseumawe

RANI DAN SEORANG WANITA
Salsabila

            Pagi itu burung-burung muncul di balik pepohonan, dan matahari terbit dengan sangat cerah. Seorang gadis bernama Rani sedang menikmati matahari pagi di tepi pantai. Menatap lautan biru untuk melenyapkan kegundahan. Namun sayang, gadis itu kini meratapi hidupnya yang malang. Baru saja ia ditinggal mati oleh ayahnya, lalu tak berselang lama ibunyapun ikut menyusul kepergian sang ayah. Ranipun harus menerimanya dengan tegar. Biarpun tanpa sanak saudara disampingnya.
            Di usianya yang masih sembilan tahun, Rani harus banting tulang memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai tukang bersih-bersih dan penjual ikan. Rani bekerja bersama orang yang lebih tua darinya. Pemilik tempat ikan itu sangat rewel, dan suka memarahi Rani. Pemilik ikan itu tidak suka ikan-ikan nya berserakan, dan Rani selalu disalahkan, padahal itu adalah ulah hewan-hewan yang suka mencuri ikan. Tetapi Rani mampu memahaminya, ia tidak menyimpan dendam dan kebencian, biarpun terkadang menangis dan sedih atas penghinaan itu, apalagi sampai-sampai Rani disiram oleh pemilik ikan hingga basah kuyup dan baunya sangat menyengat sampai tubuhnya yang hitam gatal-gatal.
            Walaupun Rani bekerja dari siang hingga menjelang malam, Rani dapat sekolah dengan biaya sendiri. Walaupun demikan, ia tetap belajar bersama ikan-ikan yang ada diranjang, mencari cara belajar seperti menghitungnya untuk pelajaran matematika. Rani juga belajar mengenali ikan-ikan, misalnya ikan tongkol, ikan bandeng, udang, dengan berbagai macam nama lainnya. Sehingga hasil ketekunannyapun, Rani mendapatkan peringkat pertama di sekolah, dan membuat orang-orang ditempatnya berjualan bingung kepada Rani yang selalu juara kelas.
            “Bagaimana ia bisa mendapatkan peringkat satu? Kapan memangnya dia belajar!” Tanya penduduk yang ada disekitar tempat ikan asin itu.
            “Ia belajar dengan ikan-ikan disitu.”  Jawab orang yang biasa menemani Rani dengan tiba-tiba. Suaranya bernada tegas kepada orang-orang yang menatap rendah terhadap Rani. Lalu tak berselang lama, Orang-orang itupun pergi meninggalkan Rani.
             “Hai Rani, kamu memang anak yang berbakat dan rajin.” Ucap orang yang biasa menemani Rani dengan hati penuh kebangaan mencoba menyemangatinya.
            “Terimakasih bu Alhamdulillah.” Jawab Rani sambil tersenyum manis.
            “Iya nak, ibu sangatlah menyayangi kamu seperti anak ibu sendiri.” Ucap orang yang menemani Rani selama tiga bulan terakhir ini.
            “Saya akan berusaha bu. Saya akan berjuang.” Ucap Rani dengan mata yang berkaca-kaca dan ingin mengeluarkan air mata.
            Rani selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya. Kekuatannya untuk belajar dengan ikan-ikan yang ada ditempat ia bekerja selalu menjadi kebiasannya. Namun di sisi lain, terkadang gadis kurus itu termenung dan menangis karena rindu pada ayah dan ibunya.
            Hari ini Rani memilih ikan untuk di asinkan. Tiba-tiba mata Rani melihat seorang gadis seumurannya sedang bermain bersama ayah dan ibunya. Mereka bersenang-senang, tertawa bersama-sama menikmati suasana pantai yang indah. Rani sangat merasakan sedih ketika melihat gadis itu menikmati masa kecilnya bersama orang-orang tercinta. Tetes demi tetes rinai mata Rani jatuh membasahi pipi. Tetapi ia berusaha kuat layaknya karang yang dihempas namun tidak pecah. Ia menghapus air matanya dan tersenyum tegar. Lalu ia kembali mengerjakan tugasnya sebagai gadis penjual ikan. Dan mendoakan gadis yang dilihatnya itu agar selalu merasakan kebahagiaan bersama kedua orangtuanya.
            Tiba-tiba wanita yang biasa menemaninya datang, dan melihat Rani yang terlihat sedih.
            “Rani kamu kenapa?”
            “Tidak ada apa-apa, hanya sedikit rindu saja kepada ayah dan ibu yang meninggal buk.” Jawabnya sambil menghela nafas pelan.
            “Ya sudah nak, jangan engkau bersedih lagi, hapuslah air matamu.” Ucap orang yang biasa menemaninya dengan perasaan sedih.
            “Oh iya nak. Ibu mau tanya. Apa cita-citamu nanti.” Ucap wanita itu mengalihkan pembicaraan.
            “Guru buk. Bagiku itu adalah sebuah pekejaan yang mulia.” Jawab Rani dengan perasaan mulai tenang.
            “Wah bagus sekali.”
            “Kareana kesuksessan orang-orang hebat di dunia ini juga berasal dari seorang guru. Tetapi itu bukan hanya sekedar cita-cita saya saja. Tetapi saya juga ingin menjalankan impian almarhumah ibu saya yang  belum sempat tercapai untuk berprofesi menjadi seorang guru.”
            “Ku percaya kau bisa melakukannya dengan kerja kerasmu Rani.” Ucap orang yang biasa menemaninya dengan perasaan bahagia.
            “Ibu berpesan padaku, agar terus belajar sampai akhir hayatku bu. Karena dunia ini begitu luas untuk di jangkau. Tapi setidaknya aku mampu memahami ilmu pengatahuan walaupun tak seberapa. Lalu membagikannya kepada siswa-siswa.” Jawabnya dengan semangat.
            Keesokan harinya, Rani pun menjalani kehidupannya seperti biasa. Pagi ia pergi sekolah, setelah pulang ia pergi menjual ikan. Sudah enam tahun Rani menjalani sekolah Dasar, sekarang ia mulai masuk SMA. Kecerdasan Rani tidak mengeluarkan biaya banyak, karena pihak sekoalah membantu anak sepertinya. Wanita yang menemaninya  juga turut mendukung. Wanita itu membeli sepasang sepatu, tas, baju, dan perlengkapan sekoah seperti pensil, penghapus, buku, dan lainnya. Ranipun menerimanya dengan gembira dan penuh rasa syukur.
            “Nak uang ibu tidaklah cukup untuk membeli yang lainnya. Hanya inilah yang mampu ibu berikan padamu Rani. Memang kecil. Tetapi semoga bermanfaat.” Ucap wanita itu dengan wajah murung.
            “Mengapa ibu menjawab seperti itu. Aku sangat beruntung bisa mendapati seorang ibu sepertimu yang mau mengangkatku menjadi anakmu. Apalagi ibu merelakan uang jerih payah menjual ikan untuk membelikan semua ini. Semoga Allah membalasnya.” Ucap gadis yang sudah berusia 16 tahun itu.
            “Alhamdulillah kalau begitu. Terus semangat dan jangan menyerah ya Rani.” Wanita itu berkata sambil menyiapkan sarapan kepada anak angkatnya itu.
            “Baik bu, Rani pamit dulu. Terima kasih atas sarapannya. Assalamualaikum.” Pamit Rani lalu mencium tangan ibunya.
            “Walaikumsalam Rani.” Jawabnya sambil melambaikan tangan.
            Perlahan-lahan Rani menghilang dari kejauhan. Gadis itu sudah pergi sekolah pagi ini. Wanita yang berhati mulia itu menatapi anak gadis hebat seperti Rani dengan rasa haru. Wanita itu sangat menyayangi Rani sepenuh hatinya. Wanita itu senasib dengan Rani. Hanya saja wanita bernama Soleha itu di hina keluarga karena tak memiliki kedua kaki yang sempurna. Kakinya cacat sejak lahir, setelah berusia lima tahun ia diasingkan ke panti asuhan. Hidupnya penuh kemalangan ditambah ejekan teman-teman di panti. Akirnya wanita yang kini berusia empat puluh sembilan tahun itu melarikan diri tepatnya ke pesisir pantai. Ia bekerja  apa saja, dan yang terpenting bisa mencukupi untuk makan. Wanita itu tidur dengan lesehan tikar rusak yang diambilnya dari tong sampah, iapun berteduh di pondok-pondok warung terkadang dengan belas kasihan orang-orang, saat hujan turun salah satu warga mengizinkannya untuk menumpang sebentar.
***
            Jam dua siang telah tiba. Saat Rani pulang dari sekolahnya, ketika Rani mengetuk pintu dan membukanya, Rani tidak sengaja melihat ibunya solat dan berdoa sambil menangis. Wanita itu berdoa dengan kata-kata yang menggetarkan jiwa Rani.
            “Ya allah jadikan Rani orang yang sukses, wujudkan cita-citanya. Karena waktuku tinggal sebentar lagi.” Sambil terisak-isak memohon pada Allah.
            Rani langsung menghampiri dan menanyakan maksud perkataan ibunya itu.
            “Mengapa engkau berkata seperti itu.” Ucap Rani sambil menangis. Dan wanita itu terkejut.
            “ Iya nak. Karena aku sudah sakit-sakitan.”
            “Tapi sakit apa buk?”
            “TBC nak.”
            “Mengapa ibu tak pernah bilang.”
            “Sudahlah nak itu tak penting, satu-satunya obat untuk menyembuhkanku, adalah dengan melihatmu sukses Rani.”
            “Iya buk. Rani janji.”
            Merekapun berpelukan, dan saat itu hujan turun deras.
***
            Beberapa tahun kemudian. Rani tamat sekolah dan meraih beasiswa kuliah. Iapun berhasil mewujudkan impian almarhumah ibu kandungnya dan berhasil juga mewujudkan harapan ibu tirinya yang berhati mulia itu.
            Namun takdir berkata lain. Tiba-tiba wanita itu meninggal dunia saat Rani ingin mengambil air untuknya. Rani menangis dan sangat merasa kehilangan. Wanita yang telah setia dan begitu menyayanginya telah pergi selama-lamanya.
            Setelah lima bulan meninggalnya wanita itu, Ranipun menikah dengan seorang lelaki dari daerah seberang. Pria itu sangat baik dan pekerja keras. Sama sepertinya saat masa kecil dahulu.
            Rani bekerja sebagai guru SD, dan suaminya bekerja sebagai dokter di pukesmas desa. Rani memiliki seorang anak perempuan bernama Nina, yang juga giat dan tekun dalam belajar, sehingga Nina memiliki presatsi sama seperti ibunya, yang tetap bersikap rendah hati dan bercita-cita menjadi orang yang bermanfaat.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar