Selasa, 25 Desember 2018

Puisi Damay Ar-Rahman (Bukan Teman )

Bukan Teman
Damay Ar-Rahman

Engkau menjauh dari senja yang menjingga
menggulung angin
mengintari nuansa yang tak ku temu

dari mana dan dimana
penjeratan nama di dalam dada dan singasanaku
formasi paras-parasmu
membuli tak bertuan

engkau lepas menebas senja
tiadalah sunyi menjadi bibir diamku
bukanlah teman
bila kecahyaan ini
memudar dalam nyawaku


Panggoi, 26 Desember 2018


Bangkai Tanah Subur
Damay Ar-Rahman

Tlah Tuhan Amanahkan tanah ini
untuk berpedoman pada kalam-kalam-Nya
memenuhi rindu terhadap kaum suci lalu
dengan mengembalikan anak-anak adam untuk tunduk pada sang semesta
dan patuh pada bapak dan ibunya

Namun itu hanyalah harta yang tak terlalu penting
hingga mempertaruhkan sebuah masa yang pasti pergi
bagi sekelompok pengikut-pengikut penipu duniawi
seakan-akan tanah sudah berbangkai lagi

Panggoi, 26 Desember 2018




Jumat, 14 Desember 2018

Kisah Inspiratif Pendidikan


MELANGKAH
Oleh: Damayanti


            Heningan malam itu memecahkan kalbu, diantara kenangan yang tak bisa dilupakan. Kenangan pada saat dulu ketika saat-saat harapan hampir musnah. Kisah seorang pemuda yang memiliki masa menyedihkan saat dulu, dan kini pemuda itu  akan melaksanakan acara wisuda untuk mencapai gelar doktor di salah satu Universitas di Inggris. Selama bertahun-tahun lelaki bernama Marwan melewati lika-liku perjuangan yang sangat menghimpitkan nasibnya, namun berakhir dengan kebahagiaan yang tak pernah terbayangkan. Berawal dari mimpi buruk yang sangat memilukan, bahkan hampir kehilangan hidupnya. Menambah beban dalam batin yang semakin terguncang kuat.
            Memang malam takkan selalu gelap. Terkadang bintang dan bulan akan menerawang gemilang untuk menyinari kegulitaan. Begitupun tuhan menetapkan hidup hamba-Nya. Takkan selamanya mendapat keterpurukan sepanjang hayatnya.
            Pemuda cerdik yang menggunakan kaca minus dimatanya. Mempertahankan apapun dengan rasa sykur yang telah tuhan berikan, begitupun ketika dulu dirinya dalam hidup kemiskinan. Tetapi setitik asa pernah berjuang dalam dirinya. Ialah dapat bertahan demi memahat kokoh amanah sang Ibunda. Ialah harus kuat menahan ombak, biarpun sejengkal lagi menghadang.
            Jangan pernah mengira orang pinggiran dan penyakitan tak mampu mencapai angkasa. Bukannya Yusuf sang utusan Allah telah mendapat kebahagiaan setelah beberapa kali nyawanya kerap terancam terbunuh. Setelah beberapa kali mengalami kehidupan pelik. Tetapi berakhir dengan kejayaan atas kesabaran dan ikhlas yang tertanam di hati nabi Yusuf. Maka tidak mungkin bila itu tidak terjadi pada lelaki yang papa, dan berpenyakitan bernama Marwan. Putra perempuan miskin, yang mengais rezeki dengan menyapu jalan.
***
              “Marwansyah.” Seorang dokter spesialis jantung memanggil.
                 “Bagaimana dengan kondisinya dok. Saya Ibunya.” Ungkap perempuan senja itu.
                 “Oh begini buk. Anak Ibu di fonis kena paru-paru basah.Perempuan itu secara spontan kaget dan kakinya bergetar lemas. Jantungnya berdetang kencang, retinanya mulai memerah. Belum lagi malam yang mencukur keheningan, menggetarkaan perutnya yang sedari pagi belum menikmati sesuap nasi sedikitpun.
                 Dimatanya hanya tatapan kosong, bibir peluhnya memutih pasi apalagi kata-kata yang tak sanggup terucap. Ibu mana yang tidak terluka bila anak semata wayangnya sakit dan menderita. Belum lagi kepergian suami yang tak kembali saat melaut.
                 Oh...batinnya terkuak hebat. Tatapan kosong seketika membulir setetes air mata. Kini nestapa kembali merasuk.
                 “Ya Allah, ujianmu sungguh.” Nada lirihnyapun terhenti. Karena ketidaksanggupan mengucap kata lagi.
                 Perempuan itupun masuk kesebuah kamar yang berfasilitas kelas BPJS. Sambil menggengam surat berisi resep obat yang akan diambil ke apotik. Belaian tangan Ibu begitu terasa di rambut Marwan. Hingga ia terbangun karena air mata ibu yang jatuh di jidatnya.
                 “Ibu kenapa”? Tanya remaja yang berumur 16 tahun itu.
                 “Kamu masih mau sekolah nak?” Ibu bertanya dengan tatapan kasihan pada anak semata wayangnya itu.
                 “Pasti Marwan sakit parah dan butuh biaya, ya buk”
                 “Yang sabar nak.” Tangisanpun terjadi diantara dua insan yang dilanda lara.
                 Tiba-tiba seorang suster tiba sambil menunjukan kamar Marwan pada seseorang. Terlihatlah Mirza, Taufik, Ali mengunjungi Marwan. Para sahabat itu tak pernah saling berpisah dan selalu menyatu apalagi bila salah satunya sedang dalam kesusahan
                 Awalnya Marwan memutuskan berhenti sekolah setelah mengetahui kondisi yang semakin parah. Tetapi karena dukungan sahabatnya Marwanpun kembali sekolah untuk menyelesaikan dua tahun setengah lagi. Walaupun sesungguhnya mustahil baginya bila nanti meneruskan pendidikan tinggi. Bukan alasan tak ada uang, kalau itu bisa mendapatkan beasiswa yang ditawarkan oleh pihak sekolah padanya.  Tetapi kondisinya tak mungkin panjang lagi, menipiskan untuk dapat melangkah lebih maju.
                 “Hei Marwan kita ini seperjuagan, ingatlah Allah itu ngak tidur jadi tidak mungkin membiarkanmu menangis. Pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Ingat tiada kesulitan bila tidak ada kemudahan.” Kata Taufik.
                 “Nah... benar tu.” Sahut Ali.
                 “Ayolah sobat,  jangan menyerah.” Semangat terlontar dari Mirza.
                 Keempat sahabat itupun sepakat untuk tetap sama-sama menjemput Marwan dengan sepeda setiap pagi dan mengantar pulang ketika sekolah. Semua itu dilakukan mereka  Karena tubuhnya Marwan yang lemah  tak mampu berjalan. Terlebih jalan yang jaraknya menempuh satu jam, menuju sekolah. Dengan kesetiaan persahabatan yang di lakukan mereka begitu mengeratkan hubungan silahturahmi yang baik.
***
            SMA adalah masa paling indah kata orang-orang. Dan bukan berarti berkelakuan bebas dan berfoya-foya.  Kisah keempat sahabat ini, menggambarkan cara meraih prestasi di masa muda, walaupun dalam keadaan apa adanya. Biarpun mereka hidup penuh kemiskinan dan yatim. Apalagi Ali yang orangtuanya meninggal diterjang ombak tsunami 2004 silam. Hingga iapun dibawa oleh pamannya lalu di telantarkan di pulau Jawa. Hidup memang nafsi bahkan saudara sendiri yang tega dengan keponakannya yang tak berkeluarga lagi.
            Biarpun hidup dilimbubuhi deretan ujian. Namun keyakinan adalah kepastian untuk bisa. Maka tak jarang bila para sahabat  itu sering meraih juara pada kompetisi umum bahkan tingkat nasional.
            Saat 2008, diadakanannya perlombaan olimpiade matematika. Sehingga diberangkatkanlah walaupun saat itu Ali tidak ikut karena baru masuk sekolah. Setelah Manjaad Wajadda menjadi misi mereka. Serta doa yang tak terlupakan selalu terpanjatkan. Maka  mereka membawa hasil dengan Juara dua. Begitu sangat membanggakan karena mengharumkan nama sekolah hingga tingkat nasional.
            “Apalah arti hidup ini. Bila bukan karena-Nya.” Ungkap Ali. Dan lainnya mengangguk. Sesekali meledek “ Hahaha kita memang beruntung punya sahabt ustazd Teuku Ali”  Kata Mirza, sambil memukul pundak Ali
            Dan lainnya sama-sama ikut  tertawa. Untung saja pemuda hitam manis berambut lurus itu tak kecil hatinya. Malah tertawa bahkan meng-Aminkan, agar kata-kata Ustazd yang dilontarkan oleh sahabatnya itu terkabulkan. Sambil tersenyum.
            Ketika hujan deras membanjiri halaman sekolah, terlihat gadis bernama Maira di pojok kelas duduk membaca buku. Bila gadis lain sibuk menggosip, tetapi Maira gadis berlesung pipit itu tak suka dengan hal-hal yang membuang waktu.
            Dari sedikit jarak jauh Marwan duduk sambil menatap lama sang gadis manis yang fokus dengan bukunya. Sejak semester satu pandangan pertama tak pernah berpindah hanya menyatu pada Maira.
            Tetapi mustahil lelaki papa dan penyakitan itu memiliki seorang anak Kepala Sekolah, yang cantik, cerdas, dan hafizah pula orangnya. Terkadang dia merenung hidup sehat aja alhamdulillah bila mimpi sejagat manalah bisa. Tangannya saja masih bergetar menyentuh buku tebal. Apalagi mengangkat besi untuk bekerja menghidupi sang bidadari ialah Maira. Mana mungkin.
            “Ah biarlah dia menjadi cintaku dalam diam.” Ungkap Marwan dalam hati.
            Tiba-tiba jantungnya berdetak kencang, dan nafasnya perlahan-lahan sesak hingga tak terkendali. Hingga Mairapun melihat Marwan lalu mengahampirinya dengan sedikit tergesa-gesa. Mairapun meminta tolong pada temannya hingga ketiga sahabat lainnya pun mengangkat Marwan.
            Marwan dilarikan kerumah sakit saat hujan masih menerjang lebat. Pihak sekolah memanggil angkutan yang tertutup agar siswanya tidak basah. Perjalanan yang ditempuh sangat jauh jaraknya dari rumah sakit. Belum lagi kemacetan karena hujan.
            “Ya Allah Wan. Kuat ya ingat lo tahun depan kita Ujian Nasional. Kau kuat kok.” Ucap Taufik dan beberapa diantara mereka menangis salah satunya Ali.
            “Ya Allah di hujan rahmatmu ini bantulah saudaraku angkatlah penyakitnya. Panjangkan umurnya. Kasihanilah ia dan Ibunya.”
            Mirzapun menyahut “ya Allah tolonglah sahabat kami, sayang Ibunya yang tinggal sendiri”
            Butiran hujan menetes di kaca jendela angkot. Airmata Mairapun tak terasa menetes ketika memberitahukan kondisi Marwan pada Ibunya. “Bu yang sabar ya”. Lirih gadis itu.
            Merekapun pergi untuk melihat Marwan yang dirawat di Rumah Sakit
***
            “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” Kata itu tertera dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 12. Ayat itupun terjadi nyata pada Marwan ketika beberapa hari seusai paska kejadian. Maka di hujan yang penuh rahmat-Nya mendatangkan himah yang luar biasa.
            Ketika Marwan di rawat satu hari. Ada seorang anak kecil berumur dua tahun tersesat di jalan raya. Anak lelaki itu terpisah dari orangtuanya pada saat kemacetan. Lalu ditemukan Ibu Marwan dan dibawa agar anak itu tidak sendirian dan kehujanan. Hingga seminggu kemudian berita kehilangan itu terdengar dikoran dan media sosial. Setelah mendengar berita itu, Ibu Marwan langsung menghubungi pihak media. Hingga akhirnya orangtuanyapun menemui anak mereka dengan tangisan, karena sebelumnya dilanda penuh kekhawatiran takut kehilangan.
            Ketika mendengar cerita sang Ibu atas kondisi Marwan yang tak lekas sembuh.  Orangtua anak itu mengambil langkah segera menolongnya. Ketidakmampuan tidak memiliki dana membuat Marwan  tak dapat operasi. Hingga Allahpun menunjukkan keajaibannya melalui tangan oarangtua sang anak yang mempunyai pertambangan besar di Indonesia.
            Maka Marwanpun dioperasi dan melakukan terapi beberapa bulan hingga Allahpun mengangkat penyakitnya dan bisa beraktivitas dengan lancar. Satu tahunpun berlalu, setelah pengumuman kelulusan sekolah. Marwan dan keempat sahabatnya lulus di universitas negeri. Namun berbeda dengan Ali yang lulus di Kairo mesir. Disana Ali kuliah di program studi ilmu tafsir sambil  berjualan baju milik guru agama Pak Muhibuddin.
            Beberapa tahun kemudian keempat sahabat itu bertemu kembali. Khusunya pada saat wisuda Marwan di Inggris. Ditemani Maira gadis impiannya saat bangku SMA. Maira mengenggam tangan suaminya sambil menggendong anak ke dua mereka. Dihadapan khalayak ramai Ibu yang menjadi sejarah pada masa hidupnya tak pernah menjadi akhir dari pintu ataupun menutup atas keberhasilan Marwan.
            Kenangan saat sekolah dulu menjadi momen tak terlupakan. Karena dibalik kemiskinan dan penyakit yang mengancam Marwan. Membuatnya bangkit terlebih didukung oleh orang sekitarnya. Siapa sangka gelar Profesor dan doktor menjadi nama barunya. Maka itulah tak ada yang tahu bila Allah mengangkat derajat manusia.


Buku Puisi Serpihan Kata


SENANDUNG ZIKIR DI MALAM GERHANA
Damay Ar-Rahman

Di langit delusi bulan
Menyambar dengan warna
Yang merah bergelora
Dalam dekapan cinta-Nya
Sungguh kuasa yang tak pernah hilang
Dalam peradaban dunia
Seindah asma-asma penyambut bumi

Gerhana yang menjulang di angkasa
Menyemarakkan insan bila melihatnya
Takjub lagi kagum tak ternian
Melingkari kawasan galaksi
Berjumpa pada bibir awan yang melintasi

Suaru terdengar merdu
Melantunkan kalimat zikrullah begitu syahdu
Tertiup angin
Menyapa setiap keheningan
Yang membatin
Yang memanggil
Yang menangis, kerena kebesaran-Nya sungguh mulia.

Di malam gerhana-Nya, 31 Januari 2018




PEREMPUAN RANTAU
Damay Ar-Rahman

Aku tlah menunggu malam
Setelah kulalui petang
Sesaat senja ku bertandang pada-Nya
Memohon ku pulang membawa iman dan pengetahuan yang berkah
Aku berdemokrasi pada masa depan
Di surut kota pada binara bermegahan
Tanganku mengarang dan mata menatap
Pada kata-kata yang tlah tercurahkan
Dari para pencetus bangsa dan agama

Di tanah rantau ini,
Aku bukanlah perempuan penjual martabat
Aku adalah sama halnya manusia berharga
Kain kututup pada tubuhku, penuh kehati-hatian dengan hati yang sesuai kukenakan
Agar tak salah jauh pada pandangan hingga bertumpuk dosa dan kepalsuan.

Lhokseumawe, 28 Desember 2017



Esai Sastra (Damayanti)


MENULIS  DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
            Dalam kehidupan manusia, sastra sudah tidak asing lagi terdengar, dan sudah sangat dikenal. Karena sastra, merupakan rangkaian kehidupan manusia yang terdiri dari berbagai kreativitas berbentuk tulisan, dan dijadikan bahan sarana untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.
Dalam Islam, semua kitab yang disebut dalam Al-Quran baik Taurat, Zabur, Injil, serta Al- Quran. Bersumber pada kitab induk (Ummul Kitab) seperti yang tercantum dalam (Q.S Ar-Ra’d,:39) yang artinya “Allah mengahapuskan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfudz)” yang dimaksudkan Ummul Kitab adalah. Sebuah tulisan, yang difirmankan Allah swt kepada para nabi dan Rasul. Lalu disatukan dalam Al-Quran, dan dibaca oleh umat Islam hingga sampai saat ini.
Maka dapat kita lihat. Bahwa sejak berabad-abad bahkan sebelum manusia diciptakan. Manusia sudah ditulis takdirnya oleh Allah swt.  Menulis adalah nikmat Allah yang terus ada, hingga sekarang. Pada masa dulu sastrawan Islampun sudah mulai mengembangkan/menurunkan ilmunya dari cara menulis. Hingga bukunya masih ada saat in dan dikembangkan oleh cendikiawan baru.
Penulisan akan terus berhubungan erat dalam kehidupan manusia. Bahkan sejatiya, takkan lepas dari segi pribadi maupun sosialisasi.
Menurut Mursal Esten (1978:9) mengatakan. Sastra, atau kesustraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Terdapat juga pendapat para ahli lain. Mengenai arti sastra adalah. Menurut Semi ( (1998: 8).  Sastra, adalah suatu bentuk hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia. Dari kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Dari pengertian diatas bahwa jelaslah, kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan sastra.. Namun, sastra tidak juga banyak berhubungan dengan tulisan. Maksudnya melalui dengan karya tulis yaitu dengan menggunakan bahasa, akan dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Bahkan dari hasil karya penulisan. Di jadikan sebagai kegiatan hiburan seperti panggung drama/teater.

Terdapat beberapa jenis karya Sastra, ialah sebagai berikut:
1.      Prosa, adalah jenis sastra yang berbentuk tulisan yang menceritakan tentang kisah-kisah seseorang dalam menjalani kehidupannya. Adapun prosa terbagi dua ialah:
a.       Novel, adalah bentuk penulisan yang menceritakan kisah kehidupan seseorang dalam karangan panjang
b.      Cerpen (Cerita Pendek), adalah bentuk penulisan yang bercerita tentang kisah seseorang dengan karangan pendek. Biasanya hanya terdapat beberapa tokoh, dan kebanyakan ujung ceritanya tidak berakhir (gantung).
2.      Syair/puisi, adalah berisikan ungkapan-ungkapan serta imajinatif penulis terhadap suatu pandangan, atau apa yang sedang dirasakan penulis. Namun puisi tersebut dapat dibacakan dalam acara tertentu.
3.      Drama/teater, adalah bentuk sastra yang menggambarkan suasana kehidupan melalui pementasan, atau monolog. Dan isi dalam cerita pementasan drama/teater. Diambil melalui tulisan-tulisan salah satunya penulisan Lakon.

Sastra tidak akan pernah mengalami penurunan kualitasnya sepanjang masa. Karena manusia, membutuhkannya.  Dan juga manusia, menulis dengan karangan yang terdapat dalam pikirannya. Sehingga membuat kreativitas manusia menciptakan sebuah kata-kata, dan menjadikan objek untuk menyampaikan sesuatu. Yang terdapat dalam pandangan masing-masing.
Dalam dunia penulisan pastinya akan meningkatkan berbagai aktivitas yang  dilakukan melalui tulisan. Bahkan manusia tidak akan pernah bisa menghilang dari aktivitas menulis. Manusia membutuhkan kata-kata yang mampu memberikan kepuasan masing-masing individu.
                  Sejak zaman dulu manusia sudah menulis dengan tujuan masing-masing. Salah satu contoh, sejak zaman kerajaan dibelahan dunia dalam menyampaikan berita pada rakyatnya. Melalui papan pengumuman. Begitupun Allah dalam memberikan firmannya kepada manusia untuk menjalankan perintahnya, dan menjauhi larangannya, melalui Al-Quran.  Demi menghindari keburukan yang terdapat di dunia.  Maka dari itu, manusia tidak dapat menghindari aktivitas menulis.
            Khusunya dizaman yang serba era modern ini. Manusia tidak hanya dapat menulis dalam lembaran kertas seperti zaman dulu. Manusia dapat berkomunikasi melalui alat canggih media komunikasi sebagai sarana kepentingan masing-masing. Seperti : berkomunikasi melalui e-mail, Twiter, Face book, WA, dan lain sebagainya.  Dengan tujuan, yaitu:  pekerjaan, bersilahturahmi, memberikan infomasi, menghibur, pendidikan dan masih banyak lainnya.
    Betapa pentingnya menulis dalam kehidupan manusia. Namun harus dibenahi dengan ilmu yang baik. Agar mampu menulis hal-hal yang positif. Sehingga mampu bermanfaat bagi orang yang membacanya.
            Isi dalam penulisan juga harus sesuai dengan tuntunan. Karena semakin tahun, semakin berkembang masalah kepenulisan, terutama penulisan sastra. Akan lahirnya genre baru dalam generasi sastrawan berikutnya dan, akan bertambahnya cipta karya tulis yang akan memperbahrui dunia.
Menulis akn terus berada dalam segala kegiatan manusia. Baik itu penulisan fiksi maupun nonfiksi. Manusia haruslah terus mempelajari perkembangan dunia penulisan. Terutama sastra. Karena sastra tidak akan jauh menceritakan tentang kehidupan sisi yang akan terjadi di masa datang. Yang diangkat menjadi sebuah cerita sebagai pertunjukkan dalam pementasan. Baik dari media televisi, ataupun drama/teater ditonton secara langsung.
Bahkan bila bisa, pemerintah mewajibkan setiap lembaga pendidikan untuk melangsungkan media pembelajaran tentang perluasan penulisan satra di sekolah formal. Dengan tujuan, agar siswa dapat mengembangkan kreativitas dalam menulis. Dan pastinya berguna untuk keberlangsungan pendidikan selanjutnya. sehingga aktifnya otak kanan yang imajinatif, dan tidak hanya fokus pada pembelajaran yang memakai otak kiri. Dengan selalu menggunakan otak kanan maka Emosional Quity (EQ) akan terus berkembang dalam diri siswa.
Demikianlah, semoga penulisan ini bermanfaat. Khususnya bagi pecinta dunia sastra. Dan bagi yang belum terlalu memhami dunia penulisan. Haruslah terus belajar dan mempraktikkannya secara baik. Agar menciptakan generasi penulis hebat khususnya di Indonesia.

Oleh                : Damayanti
PT                    : Universitas Malikussaleh



Kamis, 13 Desember 2018

ESAI (Damayanti)


HIDUP HANYA PERSINGGAHAN

            Manusia diciptakan tidak lain, hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Bersujud dan menyembah hanya kepada-Nya. Memohon ampunan serta meminta rezeki, keselamatan pada-Nya.
            Manusia hidup didunia ini sebatang kara. Maksudnya, tidak berbekal apapun tanpa Allah yang memberikan rezeki setiap masing-masing makhluk. Semenjak dari alam Ruh, manusia telah dituliskan takdirnya masing-masing, yaitu Jodoh, rezeki, pertemuan, dan kematian. Semua makhluk akan kembali kepada Allah, tidak ada yang bisa lari dari kenyataan itu. Allah mengatakan dalam (Q.S Al-Jumu’ah: 8) yang artinya “ katakanlah, “sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemuimu.
Maka dari itu, manusia harus mempersiapkan amal agar dapat menolongnya dari siksaan api Neraka.  
            Jika kita melihat istana yang megah, harta melimpah, kendaraan mahal, kekuasaan yang kuat, kepintaran, paras yang menawan, keluarga, teman/sahabat, dan title penanda cerdas. Itu semua merupakan kesenangan yang hanya berpihak selama di dunia. Kekayaan yang kita kira segalanya, akan menjadi milik orang lain ketika kita meninggal dunia.
             Kecuali amal, kebajikan,  yang akan membawa kebahagiaan yang tiada bandingan dengan kemewahan dunia yang dusta. Ketika seseorang memiliki ketaqwaan dan iman yang kokoh apapun yang didapatnya di dunia akan dengan tenang dihadapi karena yakin akan Allah yang memenuhi segala kebutuhannya.
            Allah telah memberikan peringatan kepada manusia agar takut kepada-Nya. Tetapi manusia masih tetap lalai dan tidak memperdulikannya. Padahal kejadian orang terdahulu sangat menjadi bukti bahwa kebenaran-Nya begitu nyata.
            Seorang saleh berdiri di atas sebuah pemakaman, dengan linangan air mata. Lalu berkata, “hai kematian apa yang kamu lakukan terhadap para kekasih? apa yang kamu perbuat terhadap para sahabat?” Kemudian dia menjawabnya.” Aku telah memakan kedua biji mata yang hitam, aku habiskan semua bagian mata, aku gigit kedua bibir, aku potong kedua telinga, aku pisahkan antara kedua telapak tangan dengan kedua pergelangan, lalu aku pisahkan kedua pergelangan dengan kedua lengan, kedua lengan aku pisahkan dengan lengan atas, aku pisahkan kedua lengan atas dengan kedua bahu, aku pisahkan antara kedua telapak kaki dengan kedua mata kaki, aku pisahkan kedua mata kaki dengan kedua betis, aku pisahkan kedua betis dengan kedua paha, dan aku pisahkan antara kedua paha dengan kedua pinggul”.[1]
            Betapa sakitnya kematian yang akan datang. Bahkan Rasulullah saw yang dijamin masuk surga merasakan sakitnya sakaratul maut, hingga malaikat sampai menangis. Apalagi kita manusia biasa. Tidakkah kita takut dan merasa kotor dengan perbuatan tercela selama didunia, yaitu berbohong, korupsi, mengunjing, tidak berlaku adil, durhaka pada orangtua, berkhianat,sombong, dan lebih parahnya lagi syrik, dan lain sebagainya.
            Semua dosa baik kecil maupun besar akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Manusia akan kembali pada sang pencipta. Adapun yang didahuluinya setelah kematian adalah alam kubur. Alam yang gulita tiada tempat berpindah.
 Apakah tidak pernah terbayangkan bagaimana bila bertemu dengan kedua makhluk Allah yang bertanya apa saja yang telah dilakukan semasa hidup di dunia, dan bagaimana masa muda yang digunakan. Terutama pertanyaan yang khusus adalah shalat. Karena perbedaan kafir dan muslim adalah shalatnya. Jika manusia tidak bisa menjawab pertanyaan itu, maka kayu/besi membara panas, dan hewan ganas, akan dirasakan oleh penghuni kubur. Kulitnya hancur dan menjerit karena tidak tahan.
            Kematian tidak mengenal waktu. Kematian datang bisa terjadi pada waktu pagi dan petang . Allah mengatakan dalam ( Q.S An-Nisa: 78) “Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada dalam benteng  yang tinggi dan kokoh. Maka dari itu ingatlah selalu kematian, akan menemui kita dimanapun posisi kita, baik itu sedang beraktifitas, tidur dan lainnya.
            Maka beruntunglah bagi mereka yang beriman dan beribadah dengan ikhlas kepada Allah. Mampu menjawab pertanyaan di alam kubur. Dan merekalah yang tersenyum karena mereka kekal di surga. Melalui amalan yang tidak pernah lalai dan ditinggalkan. Perbuatan baik dan perkataan mulia selalu terucap. Hatinya selalu bergetar ketika disebut nama Allah. Itulah orang yang akan kembali dengan kedamaian, tentram dan bahagia.
            Orang beriman takkan pernah menjadikan kehidupan dunia paling terbaik. Kehidupan dunia baginya hanya persinggahan ataupun perantara seorang pengembara untuk menuju kehidupan yang kekal (Akhirat).
            Semua makhluk yang ada didunia, akan pulang ke Rahmatullah. Tiada yang dapat menyangkal waktu kematian, jika Allah telah menetapkannya maka berakhirlah semua. Agar kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat marilah laksanakan perintah Allah.
            Semoga tulisan ini memberikan manfaat yang akan merubah kita menjadi manusia yang berarti dalam kehidupan yang sementara.
           
*ESAI TERPILIH DALAM LOMBA MENULIS ESAI OLEH JEJAK PUBLISHER*


[1] Dr. Aidh Abdullah Al-Qarny “Untaian Mutiara Hikmah”cetakan pertama Maret 2008, hal. 474-475

Puisi buku Aksara Kerinduan


Damayanti
SEBUAH KATA

Akulah sebuah sayap
Yang perlahan-lahan bulunya terlepas
Berhamburan di terpa dan di hempas
Dalam limbubu penantian

Akulah malam
Malam yang tak dirindu petang
Yang tidak dijemput bintang
Tiada dilingkari gemilang yang mempunyai ribuan pelita

Akulah sang daun
Terbang bersama diam dan  menjauh
Membunuh musim-musim
Memangsikan harapan yang tak kunjung sampai

Cukup waktu bersaksi disegala duka
Disetiap wajah membisu buta
Meralat segala kata tak bertuju jua
Memerangkap di jurang lara

Medan, 11 Oktober 2017



Damayanti
MALAM BERSAMA-Nya

Tubuhku menjelma dalam bayang semu
Mataku terpejam hanya kuasa rindu
Retina itu menyentuhku saat malam memanggil
Yang sempat mengukir lisan berseru

Suara menggelombang merasuk hingga jantungku
Yang menjadi detakan bersyarat haru
Menjadikan haluan bersuara merdu
Melepaskan energi saat kuterjaga saat itu

Buaian mulai membelah
Serasa mata dikala terbang, pada butir-butir waktu terpendam
Disertai lukisan binara Mekah menjajah sajadah
Terpesona tak ada nista meruak

Apabila tanganku tak sempat bersua pada sebait aksara
Maka akan kubawa rahasia hati tetap saja pada-Nya
Malam yang berdiri disepertiga  malam
Kujunjung nilai abadi, selalu tentram bahagia




Puisi di atas terdapat dalam buku (Aksara Kerinduan) Damayanti

Bagaimanapun ia tetap Ibuku (Damayanti)


BAGAIMANAPUN TETAP IBUKU
Damayanti
Di dunia ini tak ada yang lebih mulia selain kesetiaan seorang ibu, dan didunia ini tak ada yang lebih indah selain belaian kasih sayang ibu. Iya, bagiku Ibu adalah sosok yang sempurna, apapun itu bentuknya, sekalipun Ibu membenciku. Kebencian yang begitu membara tak pernah kutahu dimana letaknya. Apakah karena nada suaraku yang tak seindah burung camar, atau tanganku yang bengkok bagai besi bangunan. Tapi kata Ayah! aku bukan anak tiri yang diambil dari rumah panti, ataupun bayi yang dipungut dari sampah kering di trotoar jalan raya. Aku tak mampu mengeja takdir ini, entah mengapa ini terjadi padaku. Aku terluka saat dirinya menyebutku anak sial, anak membawa petaka apa sajalah yang terucap dari lisan Ibu.
. Setiap malam aku mengintipnya duduk dengan kursi jati bergoyang sambil menyulam benang merah muda. Disampingnya sebuah vas bunga, pemberian ulang tahun pernikahan ayah dan Ibu pada bulan januari  lalu. Aku selalu ingin duduk dipangkuannya impian itu begitu curam dalam dadaku sekian lama. Namun sayangnya hanya mimpi bagi manusia sepertiku.  Bagaimanapun perlakuannya. Bagiku dirinya adalah sebuah ratu dan putri yang menawan. Bagai wanita dikerajaan kalinnga[1]. Setiap aku melihatnya tertawa bersama ayah, kak Nirwana, dan Kak Dimas. Membuat hatiku semakin tentram, damai yang tak pernah padam. Mendengar suaranya yang  lembut, biarpun tak selembut sikapnya padaku. tidak apa. Terpenting kebahagiaannya sudah cukup membiusku dalam mimipi indah.
Dikala kesedihan itu, Allah sangat adil padaku. Biarpun seorang ibu tidak menyanyangiku. Tetapi Ayah dan kedua kakakku berhati mulia, tulus menjagaku. Sebenarnya ayah, dan kakak selalu mengajakku untuk berkumpul bersamanya. Tetapi kedatanganku merusak keceriaannya, maka dari itu akupun  takkan pernah membuatnya melihatku lalu pergi meninggalkan tawaan yang mempesona.
***
Panggilan kak Dimas, membuatku penasaran, karena tak biasanya kakak memanggilku dengan nada suara keras. Kakiku yang pincang, bibirku yang miring, dan tanganku yang bengkok, kuusahakan berjalan cepat untuk segera menghampirinya.
“Ichaaa........”
“Ityaaaa Takkkkk Mas, ......” Jawabku dengan usaha nada keras.
“Aduh kamu kok lari adikku yang cantik, kamu tahu ngak kenapa kakak berteriak  tadi?”
Aku menganggukkan kepala dan mata yang kecut, karena heran.
“Aduh kamu ni, sayang hari ini kan ulang tahunmu yang ke 9 masak cantikku ngak ingat”
Akupun malu, dihadapannya
“Oya kak Nirwana sedang rapat bersama kawan kantornya, tapi dia tak lupa pada ulangtahunmu ayahmu juga.” Kata kak Dimas, sambil memberikan sebuah bingkisan.
Ya Allah, aku bersyukur pada-Mu mereka masih peduli terhadap manusia cacat sepertiku. Bahkan jika mereka mau bisa saja aku ditelantarkan di jalan ataupun aku di asingkan ke panti. Tapi itu semua tidak ada. Walaupun aku tak berguna, mereka tak pernah mengutarakan penyeselan karenaku bersama mereka. Bahkan tak jarang ayah dan kak Nirwana memabawakan buku agama dan dongeng padaku, walaupun tak ada yang membacakan untukku tapi pemberian itu membuatku hidup. Sehingga aku menulis berbagai kisah yang kutarakan khusunya untuk ibuku tercinta. Tetapi semua itu tak ku katakan pada mereka aku hanya menulis agar mereka yang membaca tulisanku, semangat memiliki seorang Ibu.
Di penghujung bulan Desember hujan menenggelamkan kota ku. Ibu pergi belanja untuk keperluan musim hujan, entah mengapa jantungku berdetak kencang dan pikiranku sedikat gelisah tak karuan. Aku masih ingat cerpen terkahirku belum kuselesaikan yang kurencanakan kuhadiahkan untuk ulangtahun ibu yang datang pada awal April nantinya. Tapi, Tiba-tiba suara mobil terkisuh fasih ditelingaku. Aku melihat kejendela dan hujan masih deras menerjang. Perasaanku masih gelisah aku pun mengambil ponsel dan menchat ayah. Betapa lumpuh mataku, darahku beku seketika, hatiku koyak lantaran mendengar kabar  bahwa ibu tertabrak mobil. Akupun membongkar celenganku untuk segera pergi kerumah sakit. Ku kuatkan tenagaku untuk bisa mencari kendaraan yang mengantarkanku ke sana. Hujan masih sangat deras, namun, lebih deras hatiku yang takut kehilangan Ibu.
Tak lama kemudian jalanan macet, hujan tak kunjung reda hingga membanjiri kota. Aku terus menangis mengigit jari. Tak ada yang lain terselubung dalam benakku, selain hati yang menunggu harapan dalam pertemuan yang jauh dinanti. Sesampainya disana, aku berlari dengan kaki pincang dan rambut yang basah. Cucuran air hujan menetes membasahi, dan mengotori lantai Rumah Sakit.
“Aaaaaaa” hanya kata itu bisa kulisankan untuk mencari kamar Ibu. Tak ada gunanya aku datang menemui bidang administrasi. Merekapun tak akan paham apa yang aku katakan. Lebih baik aku berjuang sendiri mencari Ibu.
Kakiku terus berlari tak letih biarpun dinginnya air hujan menyelimuti. Lantai dua sudah aku singgahi dan kuperiksa satu-persatu ruangan. Hingga lantai tiga kususri, ketika sampai diatas. Kulihat ayah dan Kak Dimas duduk dikursi panjang paling sudut. Tidak lain lagi, jika ada Ayah dan Kak Dimas disana, pastilah Ibu ada disana. kak Dimas sudah melihatku dari kejauhan, diapun segera menemuiku dan merangkulku hingga menggendongku.
Akupun menangis tersedu-sedu, cairan kental  bening terus keluar dari hidungku, layaknya bocah yang menangis tiada henti memohon sesuatu. Kak dimas menghapus air mataku dan Ayah mengelus pundakku, hingga  kepalaku dengan lembut. “Izza jangan nangis ya sayang, ada Ayah disini sama kakak. Izza kok basah badannya maafkan Ayah ya tidak membawa Izza ke rumah sakit”, ayahpun terus menatapku dengan sayup.
Kamipun duduk dikursi panjang. Kak Dimas menyelimutiku dengan jaketnya, dan memelukku dengan erat tanpa lepas sedetikpun. Tiba-tiba suster keluar dan memanggil Ayah. Akupun terus mengeluarkan ocehan memberikan tanda untuk mengikuti Ayah. Lalu ayah mengatakan bahwa Ibu sedang membutuhkan darah yang banyak, karena kepala Ibu bocor terbentur. Aku mendengarnya langsung terjatuh dan memohon pada Ayah dan Kak Dimas, agar darahku didonorkan segera buat Ibu. Agar Ibu pulih dan kembali pulang. Walaupun  nyawaku taruhannya.
Aku merengek terus mengoceh. Ayahpun membawaku ke Lab untuk dicek darahnya, darahkupun cocok. Maka tak lama setelahnya, jarum suntik tertusuk ditanganku. Aliran pipa panjang infus berwara merah kental mengalir. Akupun menutup mata tidak berani melihat. setelahnya aku tidak sadarkan diri.
Dalam tidurku seorang wanita berkerudung putih terlihat cantik jelita berdiri disebuah taman yang berumput hijau. Di sampingnya bunga mawar dan bunga matahari yang begitu benderang terhampar di permukaan tanah . membuatku menjadi penasaran dengan wanita yang duduk dikursi taman itu. awalnya aku menyangka dia adalah Ibu, tetapi sangkaanku salah. Diapun meraihku dengan tangan kanannya. Aku tersentuh begitu lembut, lirik matanya sayu dan tenang, bawaannya syahdu menentramkan.
“Sayang kamu  ikut Ibu ya.“ Akupun heran dengan pernyataan itu? Maksudnya apa? Tapi entah mengapa aku tidak bisa sepatah katapun mengeluarkan suara untuk menanyakan maksud dari perkataannya. Hingga dia memelukku akupun terlelap kembali
***
Seorang dokter berlari bersama kedua perawat wanita. Tinggalah seorang gadis kecil cacat terbaring layu dengan penutup mulut disertai oksigen. Tak ada harapan apapun lagi. Segala peralatan medis terlepas dengan duka cita dari tubuhnya. Roh gadis itu (aku), berdiri dibalik pintu, lalu kulihat Ibu datang menemui ragaku dengan kursi roda, Ibu terlihat sehat alhamdulillah.  Setelah perjumpaan itu, Ibu menangisiku. Tampaknya Ibu sudah mulai tulus padaku. Ibupun mengenggam tangannya dengan erat bahkan sampai jarum yang menusuk urat tangan ibu terlepas. Ibu mencium tanganku memoles-molesnya keseluruh permukaan wajah hingga kedadanya, “Izza maafkan Ibu ya sayang, tak sempat kamu merasakan pelukan Ibuk di semasa hidupmu”
Selembar kertas dibaca oleh Ibu, sepulangnya dari Rumah Sakit. Surat yang berumur 9 tahun yang lalu itu, ternyata masih disimpan oleh Ibu.
“Ambar, kutitipkan putriku padamu ya, maafkan kekhilafanku yang sudah mencintai mas Bram, sejujurnya aku tidak mau menikah dengannya. Tetapi desakan karena aku hamil sebelum mas Bram menikahimu. Jika kutahu dari awal kau akan menjadi istrinya aku takkan melakukan hubungan itu, aku tidak sadar pada saat itu, aku sangat menyesal Ambar. Kini anakku telah lahir akupun tidak akan lama lagi meninggal. Dengan penyakit jantungku yang sudah sangat melemah. Aku mohon sekali padamu Ambar, jika kau membenci aku. Mohon maafkanlah, tapi jangan pada Izza. Kasihan dia apalagi keadaan tubuhnya yang tidak sempurna. Tolonglah aku ya Ambar, aku mohon padamu!
                                                                                                Tertanda, Zahara”




[1] Wanita yang terdapat salah satu kerajaan di India






Pengharapan di Senja Luka

PENGHARAPAN DI SENJA LUKA
Oleh:Damay Ar-Rahman
            Matanya terlihat picing terhampar dipermukaan laut membentang. Suaranya luruh bersama desiran ombak yang menghempaskan tubuhnya ke karang. Cakra jingga menimbulkan sebuah aura yang bernada senja gelora. Aluran waktu menatap mati seakan-akan terhunus debu dikala senja itu. Di senja itu terlihat pula Perempuan yang berusia senja jua. Rambutnya beruban menutupi layar yang pekat dalam jumlah waktu yang tiada terhingga.
            Maka bangkitlah sebuah memori dalam pikirannya, yang meninggalkan berbagai persoalan yang tiada mampu terlupakan dengan sekejab. Lakon-lakon lampau mulai melayang hingga menembus samudra.
            “ Amira....”. Sebuah sentuhan lembut tertimpa di bahunya.
            “ Kau kembali”. Tanyanya dengan wajah disertai hati yang tidak karuan.
            “ Mengapa kau terkejut?” Mata lelaki itu menatap dingin namun bibirnya memuncah sendu.
            “ Oh bukan itu, dari sekian waktu yang ku tempuh kini kau kembali?” Amira lagi-lagi menderu dan membalas bola mata lelaki bernama Eko dengan tajam, bahkan lebih darinya.
            “ Aku kesini bukan untuk menambah lukamu. Tujuanku hanya ingin mengatakan biarlah aku berlalu, tanpa adanya kegelisahan yang membuatmu menderita tanpa berujung”
            Matanyapun tertutup, terbayang kembali tentang masa lalu. Barulah Amira sadar bahwa, ia sudah berlanjut dan dimakan kemangsian waktu, atas pengharapannya terhadap lelaki yang pernah disakiti, dikhianati, dan di telantarkan dalam kondisi papa. Lalu karmapun diterima Amira. Namun, bukan masalah karma, tetapi kesadaran bahwa, dahulu kala Ekolah pejaga hati yang sesungguhnya, pahlawan sejati yang menghilang seketika menoleh, dan baru diketahui lalu lupa begitu saja.
            Ah...tidak, itu bukan kasihan, tetapi rasa cinta dan sayang mulai tumbuh disaat Amira terkapar dalam kemiskinan akibat tertipu dari lelaki bernama Adi. lelaki tersayang, ditinggikan kemapanannya yang tidak lain harta dari Amira. Bukan... harta itu milik Eko yang dirampas ketika masih bersama, bahkan Amirapun tak henti, mencari cara  membunuhnya.
            Namun, dendam tidak ada di hati lelaki berhati mulia itu. ketika kemelaratan hidup Amira yang ditinggalkan lelaki penipu bangsat, licik,  Eko kembali menyentuhnya dengan ketulusan yang tiada terbalas. Tentu saja, bila kebanyakan orang menilai sikapnya Eko, pastilah orang-orang menganggap dia orang  terbodoh di dunia. Mau-mau saja rujuk dengan wanita yang tlah menghancurkan hidupnya dan meninggalkannya.
            Amirapun menyesali, karena tlah memangsikan cinta Eko, yang begitu selembut awan yang mengumpal di langit ciptaan-Nya yang sempurna. Bagaikan bunga yang mekar memberikan pesona tiada terbatas. Sejak saat itulah merekapun bersatu kembali dan memahat rumah tangga dengan membuka lembaran baru lagi. Dua tahun kemudian mereka memiliki buah hati bernama Intan (aku), dan 15 tahun kemudian kejadian memilukanpun terjadi. Lelaki yang bernama Eko (Bapak) itu meninggalkanku dan Ibu, dikarenakan gelombang lautan yang mengantarkannya kedalaman yang curam, lalu menelannya tidak kembali berpulang. Iya... senja perpisahan di saat itu meradang, dan perlahan-lahan menjauh. Bapak sudah pergi, kuyakin bapak syahid disana, cerita Ibu terekam di otakku saat kepergian Ayah tujuh hari setelahnya, yang pada waktu itu kupertanyakan mengapa Ibu mencucurkan air mata disetiap waktu.
            Hingga saat ini, perempuan itu masih termenung di lautan tepatnya saat senja. Membisu di batu karang dengan warna jingga yang masih menerawang di titisan wajah kisut dan bola matanya. Hingga tiga bulan kemudian Ibu menghembuskan nafas terkahirnya dengan ilusi bayangan bapak, yang masih terrtera di matanya.

 


Buku di atas adalah karya Damayanti yang bernama pena Damay Ar-Rahman.