Kamis, 13 Desember 2018

Pengharapan di Senja Luka

PENGHARAPAN DI SENJA LUKA
Oleh:Damay Ar-Rahman
            Matanya terlihat picing terhampar dipermukaan laut membentang. Suaranya luruh bersama desiran ombak yang menghempaskan tubuhnya ke karang. Cakra jingga menimbulkan sebuah aura yang bernada senja gelora. Aluran waktu menatap mati seakan-akan terhunus debu dikala senja itu. Di senja itu terlihat pula Perempuan yang berusia senja jua. Rambutnya beruban menutupi layar yang pekat dalam jumlah waktu yang tiada terhingga.
            Maka bangkitlah sebuah memori dalam pikirannya, yang meninggalkan berbagai persoalan yang tiada mampu terlupakan dengan sekejab. Lakon-lakon lampau mulai melayang hingga menembus samudra.
            “ Amira....”. Sebuah sentuhan lembut tertimpa di bahunya.
            “ Kau kembali”. Tanyanya dengan wajah disertai hati yang tidak karuan.
            “ Mengapa kau terkejut?” Mata lelaki itu menatap dingin namun bibirnya memuncah sendu.
            “ Oh bukan itu, dari sekian waktu yang ku tempuh kini kau kembali?” Amira lagi-lagi menderu dan membalas bola mata lelaki bernama Eko dengan tajam, bahkan lebih darinya.
            “ Aku kesini bukan untuk menambah lukamu. Tujuanku hanya ingin mengatakan biarlah aku berlalu, tanpa adanya kegelisahan yang membuatmu menderita tanpa berujung”
            Matanyapun tertutup, terbayang kembali tentang masa lalu. Barulah Amira sadar bahwa, ia sudah berlanjut dan dimakan kemangsian waktu, atas pengharapannya terhadap lelaki yang pernah disakiti, dikhianati, dan di telantarkan dalam kondisi papa. Lalu karmapun diterima Amira. Namun, bukan masalah karma, tetapi kesadaran bahwa, dahulu kala Ekolah pejaga hati yang sesungguhnya, pahlawan sejati yang menghilang seketika menoleh, dan baru diketahui lalu lupa begitu saja.
            Ah...tidak, itu bukan kasihan, tetapi rasa cinta dan sayang mulai tumbuh disaat Amira terkapar dalam kemiskinan akibat tertipu dari lelaki bernama Adi. lelaki tersayang, ditinggikan kemapanannya yang tidak lain harta dari Amira. Bukan... harta itu milik Eko yang dirampas ketika masih bersama, bahkan Amirapun tak henti, mencari cara  membunuhnya.
            Namun, dendam tidak ada di hati lelaki berhati mulia itu. ketika kemelaratan hidup Amira yang ditinggalkan lelaki penipu bangsat, licik,  Eko kembali menyentuhnya dengan ketulusan yang tiada terbalas. Tentu saja, bila kebanyakan orang menilai sikapnya Eko, pastilah orang-orang menganggap dia orang  terbodoh di dunia. Mau-mau saja rujuk dengan wanita yang tlah menghancurkan hidupnya dan meninggalkannya.
            Amirapun menyesali, karena tlah memangsikan cinta Eko, yang begitu selembut awan yang mengumpal di langit ciptaan-Nya yang sempurna. Bagaikan bunga yang mekar memberikan pesona tiada terbatas. Sejak saat itulah merekapun bersatu kembali dan memahat rumah tangga dengan membuka lembaran baru lagi. Dua tahun kemudian mereka memiliki buah hati bernama Intan (aku), dan 15 tahun kemudian kejadian memilukanpun terjadi. Lelaki yang bernama Eko (Bapak) itu meninggalkanku dan Ibu, dikarenakan gelombang lautan yang mengantarkannya kedalaman yang curam, lalu menelannya tidak kembali berpulang. Iya... senja perpisahan di saat itu meradang, dan perlahan-lahan menjauh. Bapak sudah pergi, kuyakin bapak syahid disana, cerita Ibu terekam di otakku saat kepergian Ayah tujuh hari setelahnya, yang pada waktu itu kupertanyakan mengapa Ibu mencucurkan air mata disetiap waktu.
            Hingga saat ini, perempuan itu masih termenung di lautan tepatnya saat senja. Membisu di batu karang dengan warna jingga yang masih menerawang di titisan wajah kisut dan bola matanya. Hingga tiga bulan kemudian Ibu menghembuskan nafas terkahirnya dengan ilusi bayangan bapak, yang masih terrtera di matanya.

 


Buku di atas adalah karya Damayanti yang bernama pena Damay Ar-Rahman. 

1 komentar: