MELANGKAH
Oleh: Damayanti
Heningan malam itu
memecahkan kalbu, diantara kenangan yang tak bisa dilupakan. Kenangan pada saat
dulu ketika saat-saat harapan hampir musnah. Kisah seorang pemuda yang memiliki
masa menyedihkan saat dulu, dan kini pemuda itu akan melaksanakan acara wisuda untuk mencapai gelar
doktor di salah satu Universitas di Inggris. Selama bertahun-tahun lelaki
bernama Marwan melewati lika-liku perjuangan yang sangat menghimpitkan
nasibnya, namun berakhir dengan kebahagiaan yang tak pernah terbayangkan.
Berawal dari mimpi buruk yang sangat memilukan, bahkan hampir kehilangan hidupnya.
Menambah beban dalam batin yang semakin terguncang kuat.
Memang malam takkan selalu gelap.
Terkadang bintang dan bulan akan menerawang gemilang untuk menyinari
kegulitaan. Begitupun tuhan menetapkan hidup hamba-Nya. Takkan selamanya
mendapat keterpurukan sepanjang hayatnya.
Pemuda cerdik yang menggunakan kaca
minus dimatanya. Mempertahankan apapun dengan rasa sykur yang telah tuhan
berikan, begitupun ketika dulu dirinya dalam hidup kemiskinan. Tetapi setitik
asa pernah berjuang dalam dirinya. Ialah dapat bertahan demi memahat kokoh
amanah sang Ibunda. Ialah harus kuat menahan ombak, biarpun sejengkal lagi
menghadang.
Jangan pernah mengira orang
pinggiran dan penyakitan tak mampu mencapai angkasa. Bukannya Yusuf sang utusan
Allah telah mendapat kebahagiaan setelah beberapa kali nyawanya kerap terancam
terbunuh. Setelah beberapa kali mengalami kehidupan pelik. Tetapi berakhir
dengan kejayaan atas kesabaran dan ikhlas yang tertanam di hati nabi Yusuf.
Maka tidak mungkin bila itu tidak terjadi pada lelaki yang papa, dan berpenyakitan
bernama Marwan. Putra perempuan miskin, yang mengais rezeki dengan menyapu
jalan.
***
“Marwansyah.” Seorang
dokter spesialis jantung memanggil.
“Bagaimana dengan kondisinya
dok. Saya Ibunya.” Ungkap perempuan senja itu.
“Oh begini buk. Anak Ibu di
fonis kena paru-paru basah.” Perempuan itu secara
spontan kaget dan kakinya bergetar lemas. Jantungnya berdetang kencang,
retinanya mulai memerah. Belum lagi malam yang mencukur keheningan, menggetarkaan
perutnya yang sedari pagi belum menikmati sesuap nasi sedikitpun.
Dimatanya hanya tatapan kosong,
bibir peluhnya memutih pasi apalagi kata-kata yang tak sanggup terucap. Ibu
mana yang tidak terluka bila anak semata wayangnya sakit dan menderita. Belum
lagi kepergian suami yang tak kembali saat melaut.
Oh...batinnya terkuak hebat. Tatapan
kosong seketika membulir setetes air mata. Kini nestapa kembali merasuk.
“Ya Allah, ujianmu sungguh.” Nada
lirihnyapun terhenti. Karena ketidaksanggupan mengucap kata lagi.
Perempuan itupun masuk kesebuah
kamar yang berfasilitas kelas BPJS. Sambil menggengam surat berisi resep obat
yang akan diambil ke apotik. Belaian tangan Ibu begitu terasa di rambut Marwan.
Hingga ia terbangun karena air mata ibu yang jatuh di jidatnya.
“Ibu kenapa”? Tanya remaja yang
berumur 16 tahun itu.
“Kamu masih mau sekolah nak?”
Ibu bertanya dengan tatapan kasihan pada anak semata wayangnya itu.
“Pasti Marwan sakit parah dan
butuh biaya, ya buk”
“Yang sabar nak.” Tangisanpun terjadi
diantara dua insan yang dilanda lara.
Tiba-tiba seorang suster tiba
sambil menunjukan kamar Marwan pada seseorang. Terlihatlah Mirza, Taufik, Ali
mengunjungi Marwan. Para sahabat itu tak pernah saling berpisah dan selalu
menyatu apalagi bila salah satunya sedang dalam kesusahan
Awalnya Marwan memutuskan
berhenti sekolah setelah mengetahui kondisi yang semakin parah. Tetapi karena
dukungan sahabatnya Marwanpun kembali sekolah untuk menyelesaikan dua tahun
setengah lagi. Walaupun sesungguhnya mustahil baginya bila nanti meneruskan
pendidikan tinggi. Bukan alasan tak ada uang, kalau itu bisa mendapatkan
beasiswa yang ditawarkan oleh pihak sekolah padanya. Tetapi kondisinya tak mungkin panjang lagi, menipiskan
untuk dapat melangkah lebih maju.
“Hei Marwan kita ini
seperjuagan, ingatlah Allah itu ngak tidur jadi tidak mungkin membiarkanmu
menangis. Pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Ingat tiada kesulitan bila tidak
ada kemudahan.” Kata Taufik.
“Nah... benar tu.” Sahut Ali.
“Ayolah sobat, jangan menyerah.” Semangat terlontar dari
Mirza.
Keempat sahabat itupun sepakat
untuk tetap sama-sama menjemput Marwan dengan sepeda setiap pagi dan mengantar
pulang ketika sekolah. Semua itu dilakukan mereka Karena tubuhnya Marwan yang lemah tak mampu berjalan. Terlebih jalan yang
jaraknya menempuh satu jam, menuju sekolah. Dengan kesetiaan persahabatan yang
di lakukan mereka begitu mengeratkan hubungan silahturahmi yang baik.
***
SMA adalah masa paling indah kata
orang-orang. Dan bukan berarti berkelakuan bebas dan berfoya-foya. Kisah keempat sahabat ini, menggambarkan cara
meraih prestasi di masa muda, walaupun dalam keadaan apa adanya. Biarpun mereka
hidup penuh kemiskinan dan yatim. Apalagi Ali yang orangtuanya meninggal
diterjang ombak tsunami 2004 silam. Hingga iapun dibawa oleh pamannya lalu di
telantarkan di pulau Jawa. Hidup memang nafsi bahkan saudara sendiri yang tega
dengan keponakannya yang tak berkeluarga lagi.
Biarpun hidup dilimbubuhi deretan
ujian. Namun keyakinan adalah kepastian untuk bisa. Maka tak jarang bila para sahabat
itu sering meraih juara pada kompetisi
umum bahkan tingkat nasional.
Saat 2008, diadakanannya perlombaan
olimpiade matematika. Sehingga diberangkatkanlah walaupun saat itu Ali tidak
ikut karena baru masuk sekolah. Setelah Manjaad Wajadda menjadi misi mereka. Serta
doa yang tak terlupakan selalu terpanjatkan. Maka mereka membawa hasil dengan Juara dua. Begitu
sangat membanggakan karena mengharumkan nama sekolah hingga tingkat nasional.
“Apalah arti hidup ini. Bila bukan
karena-Nya.” Ungkap Ali. Dan lainnya mengangguk. Sesekali meledek “ Hahaha kita
memang beruntung punya sahabt ustazd Teuku Ali” Kata Mirza, sambil memukul pundak Ali
Dan lainnya sama-sama ikut tertawa. Untung saja pemuda hitam manis
berambut lurus itu tak kecil hatinya. Malah tertawa bahkan meng-Aminkan, agar
kata-kata Ustazd yang dilontarkan oleh sahabatnya itu terkabulkan. Sambil
tersenyum.
Ketika hujan deras membanjiri
halaman sekolah, terlihat gadis bernama Maira di pojok kelas duduk membaca
buku. Bila gadis lain sibuk menggosip, tetapi Maira gadis berlesung pipit itu
tak suka dengan hal-hal yang membuang waktu.
Dari sedikit jarak jauh Marwan duduk
sambil menatap lama sang gadis manis yang fokus dengan bukunya. Sejak semester
satu pandangan pertama tak pernah berpindah hanya menyatu pada Maira.
Tetapi mustahil lelaki papa dan
penyakitan itu memiliki seorang anak Kepala Sekolah, yang cantik, cerdas, dan
hafizah pula orangnya. Terkadang dia merenung hidup sehat aja alhamdulillah
bila mimpi sejagat manalah bisa. Tangannya saja masih bergetar menyentuh buku
tebal. Apalagi mengangkat besi untuk bekerja menghidupi sang bidadari ialah
Maira. Mana mungkin.
“Ah biarlah dia menjadi cintaku
dalam diam.” Ungkap Marwan dalam hati.
Tiba-tiba jantungnya berdetak
kencang, dan nafasnya perlahan-lahan sesak hingga tak terkendali. Hingga
Mairapun melihat Marwan lalu mengahampirinya dengan sedikit tergesa-gesa. Mairapun
meminta tolong pada temannya hingga ketiga sahabat lainnya pun mengangkat
Marwan.
Marwan dilarikan kerumah sakit saat
hujan masih menerjang lebat. Pihak sekolah memanggil angkutan yang tertutup
agar siswanya tidak basah. Perjalanan yang ditempuh sangat jauh jaraknya dari
rumah sakit. Belum lagi kemacetan karena hujan.
“Ya Allah Wan. Kuat ya ingat lo
tahun depan kita Ujian Nasional. Kau kuat kok.” Ucap Taufik dan beberapa diantara
mereka menangis salah satunya Ali.
“Ya Allah di hujan rahmatmu ini
bantulah saudaraku angkatlah penyakitnya. Panjangkan umurnya. Kasihanilah ia
dan Ibunya.”
Mirzapun menyahut “ya Allah
tolonglah sahabat kami, sayang Ibunya yang tinggal sendiri”
Butiran hujan menetes di kaca
jendela angkot. Airmata Mairapun tak terasa menetes ketika memberitahukan
kondisi Marwan pada Ibunya. “Bu yang sabar ya”. Lirih gadis itu.
Merekapun pergi untuk melihat Marwan
yang dirawat di Rumah Sakit
***
“Dan janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan
kaum yang kafir.” Kata itu tertera dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 12. Ayat itupun
terjadi nyata pada Marwan ketika beberapa hari seusai paska kejadian. Maka di
hujan yang penuh rahmat-Nya mendatangkan himah yang luar biasa.
Ketika Marwan di rawat satu hari. Ada
seorang anak kecil berumur dua tahun tersesat di jalan raya. Anak lelaki itu
terpisah dari orangtuanya pada saat kemacetan. Lalu ditemukan Ibu Marwan dan
dibawa agar anak itu tidak sendirian dan kehujanan. Hingga seminggu kemudian
berita kehilangan itu terdengar dikoran dan media sosial. Setelah mendengar
berita itu, Ibu Marwan langsung menghubungi pihak media. Hingga akhirnya
orangtuanyapun menemui anak mereka dengan tangisan, karena sebelumnya dilanda
penuh kekhawatiran takut kehilangan.
Ketika mendengar cerita sang Ibu
atas kondisi Marwan yang tak lekas sembuh.
Orangtua anak itu mengambil langkah segera menolongnya. Ketidakmampuan
tidak memiliki dana membuat Marwan tak
dapat operasi. Hingga Allahpun menunjukkan keajaibannya melalui tangan oarangtua
sang anak yang mempunyai pertambangan besar di Indonesia.
Maka Marwanpun dioperasi dan
melakukan terapi beberapa bulan hingga Allahpun mengangkat penyakitnya dan bisa
beraktivitas dengan lancar. Satu tahunpun berlalu, setelah pengumuman kelulusan
sekolah. Marwan dan keempat sahabatnya lulus di universitas negeri. Namun
berbeda dengan Ali yang lulus di Kairo mesir. Disana Ali kuliah di program
studi ilmu tafsir sambil berjualan baju
milik guru agama Pak Muhibuddin.
Beberapa tahun kemudian keempat
sahabat itu bertemu kembali. Khusunya pada saat wisuda Marwan di Inggris. Ditemani
Maira gadis impiannya saat bangku SMA. Maira mengenggam tangan suaminya sambil
menggendong anak ke dua mereka. Dihadapan khalayak ramai Ibu yang menjadi sejarah
pada masa hidupnya tak pernah menjadi akhir dari pintu ataupun menutup atas
keberhasilan Marwan.
Kenangan saat sekolah dulu menjadi
momen tak terlupakan. Karena dibalik kemiskinan dan penyakit yang mengancam
Marwan. Membuatnya bangkit terlebih didukung oleh orang sekitarnya. Siapa
sangka gelar Profesor dan doktor menjadi nama barunya. Maka itulah tak ada yang
tahu bila Allah mengangkat derajat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar